Rabu, 01 Juli 2009

Peristiwa 1 Juli bagi sosok Huzrin Hood


Oleh: Hendrianto

TG.PINANG (KP): Tanggal 1 Juli bagi sementara masyarakat Kepri, merupakan hari yang bersejarah. Pada tanggal ini sebuah perjuangan panjang selama lima tahun digagas oleh para pemikir dan tokoh masyarakat serta pemuda-pemudi yang tergabung dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), memperjuangkan Kabupaten Kepulauan Riau ini menjadi sebuah Provinsi.
Satu peristiwa lagi yang terjadi di bulan Juli 2004. Di saat ribuan pasang mata masyarakat Kepri menyambut datangnya Penjabat Gubernur provinsi baru kala itu, penggagas pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, H Huzrin Hood justru dijemput oleh anggota Kejari Tanjungpinang dan dibantu oleh tim dari Kejati Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta untuk dieksekusi.
Hari itu juga jeruji terali besi penjara Kampung Jawa, Tanjungpinang telah dipersiapkan untuknya. Dia mendekam di sana, sebelum akhirnya dipindahkan ke LP Sukamiskin, Bandung, 13 Agustus 2004.
Di LP Sukamiskin, pria yang gemar memanjangkan jenggotnya ini, menempati ruangan tahanan TA 38, tak jauh dari ruang tahanan Bung Karno tempo dulu, yang terletak di lantai dua penjara peninggalan Belanda tersebut. Seperti dicertakan huzrin kepada salah seorang penulis di sebuah blognya.
Diceritakannya, dalam ruangannya sempit, hanya diisi oleh satu kasur tipis yang digeletakkan di lantai, satu meja, serta satu lemari pakaian. Dinding kamarnya diberi tempelan-tempelan dengan lem kasar, kalender-kalender bergambar dirinya, foto tokoh ulama yang disegani, foto-foto pribadinya dalam balutan pakaian Cina lama. Ada pula lukisan bergambar sawah yang menguning yang dipasang dengan figura warna emas.
Seperti halnya napi lain, Huzrin melewati hari demi hari yang berlangsung rutin dan lambat. Aktivitasnya dimulai sejak adzan Subuh berkumandang. “Saya sholat berjamaah bersama teman satu kamar,” tuturnya.
Terus ia melanjutkan dengan membaca Alquran dan buku-buku pengetahuan. Kalau masih mengantuk, ia melanjutkan tidur hingga pukul 07.00 WIB, ketika apel pagi tiba.
Setelah mandi, Huzrin dan kawan-kawannya bekerja, mengerjakan berbagai keterampilan seperti membuat sandal. Proyek kerja sama lapas Sukamiskin dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kegiatan rutin seperti inilah yang dilakukannya setiap pagi hingga menjelang sholat Dhuhur. Seusai sholat berjamaah di masjid yang ada di kompleks penjara, Huzrin tidur siang. Selain itu, iaa tak lupa berolah raga pada sore harinya.
Soal makanan dia mengaku tak ada masalah. Ada warung kecil yang terletak di seberang kamarnya bila ia memerlukan makanan kecil. Ada juga sahabat kamarnya, Nana dan Karno yang seringkali memasakkan makanan untuknya. Termasuk makanan favoritnya, sambel dadakan, yang dibuat dari percampuran cabai, garam dan terasi.
Terasa membosankan memang. Untung saja, ada hari Jumat dan Sabtu. “Soalnya ada guru senam yang datang. Membuang rasa bosannya meniti kegiatan yang sama setiap harinya. ‘’Aku selalu di depan,” kata Huzrin mengenang masa-masa kehidupannya di penjara sambil tertawa-tawa. Matanya menyipit, kacamata kotaknya bergoyang.
Masa luangnya digunakan untuk membaca. Sisanya untuk menulis. “Sukamiskin merupakan tempat yang baik untuk saya merenungkan diri. Berkontemplasi. Banyak kebijakan dan kesabaran, tumbuh di lingkungan itu,” kenang pria yang mengaku dirinya sebagai Robinhood dari Bintan ini. Wajar saja, bila 3 buku diselesaikannya pada masa penahanan.
Soal pedihnya hidup dipenjara, saking banyaknya, sudah tak bisa ia menceritakan. Baginya, suasana malam hari, sepi, sendiri, menjelang tidur, adalah saat-saat yang paling menyiksa. Ketika ia terus mengenang istri dan anak-anaknya tercinta yang ditinggalkan di Tanjungpinang. Bahkan dengan putra bungsunya, ia mengaku sedang bekerja di luar kota. “Ini hal yang paling pilu dalam hidupku,” Huzrin menerawang.
Meski begitu, hubungan silaturahmi dengan teman-teman dan keluarganya selama dipenjara menjadi sedikit pengobat luka batinnya. Ia merasa bersyukur, banyak teman yang masih mau mengunjunginya dengan rutin. Mulai dari mantan menteri, bupati, gubernur, tokoh terkemuka di Indonesia, hingga artis.
Sampai akhirnya, ia bisa menyelesaikan masa tahanannya pada Idul Fitri 3 November lalu. Tepat di hari kemenangan umat muslim, ia benar-benar merayakannya sebagai hari kemenangan. “Semoga bisa memberikan hikmah yang besar,” tukasnya seraya memberikan pantun selamat tinggal.
Sampai di situkah penderitaan Huzrin? tidak. Seperti diceritakaanya kepada koran ini, Senin (29/6) melalui pesan singkat. “Patut ditulis oleh Ismeth-M Sani. Mereka merayakan hari ulang tahunnya jadi Gubernur dan Wakil Gubernur serta memberikan bantuan dan hadiah pada rakyat Kepri pada 1 Juli, pada tanggal yang sama Huzrin Hood mengenang dijemputnya oleh aparat Kejari di Bantu tim Kejati DKI dan dibawa ke Tanjungpinang untuk dieksekusi dan hingga sekarang masih menanggung hutang Rp2,4 miliar rupiah,” demikian tulis Huzrin.
Dari tulisan Huzrin tersebut dapat dimaknai, betapa beratnya beban yang ia tanggung, tetapi ia cukup menyadari perjuangan yang dia lakukan selama ini membuahkan hasil meskipun bukan ia yang jadi pemimpin.

Minggu, 22 Februari 2009

9 Jam Gubernur Kepri Diperiksa KPK


JAKARTA, (KN)- - Gubernur Kepri Ismeth Abdullah akhirnya memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa. Sepanjang Kamis (19/2), Ismeth diperiksa penyidik KPK sebagai saksi bagi mantan Dirjen Otda Depdagri, Oentarto SM yang menjadi tersangka korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di berbagai daerah dan Otorita Batam (OB).

Dari catatan resepsionis KPK, mantan Ketua OB itu datang di gedung KPK, di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan sekitar pukul 7.30 pagi. Setelah diperiksa hampir sembilan jam, Ismeth baru keluar dari ruangan dalam KPK tepat pukul 17.15.Meski nampak letih, Ismeth yang terlihat mengenakan kemeja lengang panjang warna krem dan berpeci hitam sempat meladeni beberapa pertanyaan wartawan. Ismeth mengakui bahwa dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Ketua Otorita Batam.

Lantas, ditanya apa saja oleh penyidik sehingga harus menjalani pemeriksaan hingga hampir sembilan jam? "Ya ditanya macam-macam," ujarnya kepada wartawan yang mengerumuninya. Lebih jauh wartawan mencoba bertanya apakah terkait pengadaan mobil pemadam kebakaran di Otorita Batam tersebut Ismeth pernah bertemu dengan Dirut PT Istana Sarana Raya dan Satal Nusantara, Hengky Samuel Daud yang kini buron?

Ismeth langsung membantahnya. "Tidak pernah," ujarnya dengan mimik serius sembari melambaikan tangannya untuk mempertegas bantahan.
Tak banyak memang jawaban yang disampaikan Ismeth. Dengan sedikit bergegas, ia mencoba menghindari keumunan wartawan agar bisa
segera memasuki mobil yang sudah menunggunya di depan lobi utama KPK. Di tengah guyuran hujan, tepat pukul 17.26, Ismeth meninggalkan KPK menggunakan Toyota Camry hitam bernomor polisi B 7574 UU dengan didampingi dua orang dan seorang sopir.

Terkait pemeriksaan itu, juru bicara KPK Johan Budi membenarkan bahwa pemeriksaan atas Ismeth memang bukan dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Kepri. "Tetapi sebagai Ketua Otorita. Karena saat pengadaan mobil pemadam tahun 2003-2004 di Batam, dia adalah ketuanya," ujar Johan.

Lebih lanjut Johan menambahkan, karena jadi saksi bagi Oentarto, Ismeth ditanya seputar penerbitan radiogram Depdagri. Pasalnya, Oentarto adalah penerbit radiogram pengadaan mobil Damkar yang diedarkan ke daerah.Bagaimana dengan dugaan korupsi pengadaan damkar di Otorita Batam? Johan mengatakan bahwa saat ini yang disidik masih di hulunya, yakni tentang peran Oentarto dalam penerbitan radiogram."Jadi belum sampai pada kerugian di Batamnya, tetapi di hulunya. Sementara masih soal penerbitan radiogramnya," beber mantan wartawan ini.

Sabtu, 21 Februari 2009

Berkas Perkara Korupsi M. Taher dan Badoar Hery Dinyatakan P19


TANJUNGPINANG - Kejaksaan Tinggi Kepri mengembalikan berkas perkara dua tersangka korupsi dana bantuan organisasi dan profesi APBD Lingga tahun 2005, mantan Sekda Lingga Taher Saleh dan mantan Juru Bayar Pemkab Lingga Badoar Herry ke penyidik Polda Kepri.

Pengembalian berkas kedua tersangka korupsi itu, karena dari hasil telaah yang dilakukan Kejati Kepri ternyata berkas tersebut belum P21 (lengkap-red). Sehingga kembali di-P19-kan, (dikembalikan untuk dilengaki-red).

Sebelumnya, penyidik Polda Kepri menyerahkan berkas pertama BAP kedua tersangka kepada Kejati Kepri pada Senin (16/2/2009) lalu.

Kepala kejaksaan Tingi Kepri M. Djusuf SH MH, melalui Kasi Penyidikan Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kepri Tengku Rahmatsyah SH, mengatakan, P19 atau petunjuk pelengkapan kembali BAP kedua tersangka korupsi itu, akan segera dikirimkan ke Polda Kepri dalam dua hari mendatang, untuk dilegkapi.

"Dalam 2 hari ini, kita akan kembalikan dan kirimkan, untuk dilengakpi," jelasnya tanpa merinci poin-poin yang harus dilengkapi dalam BAP kedua tersangka tersebut.

Dalam penyerahan BAP bernomor B-249-/N/10.1.Fd/01/2009 atas nama Badoar Hery dan BAP nomor B-248/N.10.1/Fd/01/2009 atas nama M. Taher Saleh, perihal hasil penyidikan kedua tersangka dalam BAP-nya diancam dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 (b) dan (d) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 KUHP.

Ditambahkan Kajati M. Djusuf, jika BAP kedua tersangka telah dinyatakan P21 (atau lengkap), selanjutnya penyidik Polda Kepri akan segera melakukan penyerahan berkas tahap dua dan barang bukti, serta kedua tersangka. Setelah itu, Kejaksaan Tinggi segera akan menyerahkannya ke Kejari Tanjungpiang duna pelimpahannya ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang untuk segera disidangkan.

"Jika BAP-nya sudah lengkap, baru nanti kita langsung menunjuk Jaksa Penuntut Umumnya," ungkap Kajati.

Selasa, 10 Februari 2009

Pemkab Kuansing Lebih Prioritaskan Masalah Kemiskinan



laporan ;hendrianto
Walapun Kabupaten Kuansing belum sampai seumur jagung, namun Pemkab Kuansing lebih giat berbenah diri demi menciptakan masyarakat nya untuk keluar dari jurang kemiskinan, buktinya dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun 2009, masalah pengentasan kemiskinan masih menjadi salah satu program prioritas Pemkab Kuansing.

Dalam pidato pengantar RAPBD yang disampaikan Bupati Kuansing H Sukarmis seperti di kutip salah satu media di pekan baru menyebutkan, dalam Sidang Paripurna DPRD Kuansing, Selasa (3/2), Pemkab Kuansing akan mengupayakan dengan peningkatan ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan masyarakat sebagai langkah untuk penuntasan kemiskinan masyarakat yang masih membelenggu sebagian masyarakat Kuansing.

Adapun kebijakan yang akan diambil Pemkab adalah dengan melakukan pengembangan usaha perkebunan dengan wawasan bisnis, guna menghasilkan nilai tambah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan perkebunan.

Mengembangkan usaha peternakan dengan wawasan bisnis menghasilkan nilai tambah dengan meningkatkan partisipasi masyarakat. Mengembangkan usaha pertanian tanaman pangan. Pengembangan perhutanan sosial sebagai penyeimbang ekosistem.

Pembangunan dan pengembangan pertambangan umum, meningkatkan kemampuan dan produktifitas usaha melalui optimalisasi sumberdaya perikanan, penguatan institusi pasar, koperasi dan UKM serta meningkatkan jasa perhubungan secara efisien dan mendorong pemerataan pembangunan guna mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah.

Kebijakan ini akan diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan program dan kebijakan pada satuan kerja perangkat daerah. Bertujuan secara konsisten dalam keterpaduan sasaran untuk dapat menurunkan angka kemiskinan Kabupaten Kuansing.

Khusus dalam rangka mengembangkan usaha perkebunan, direncanakan ditujukan pada peremajaan kebun karet rakyat, pengembangan pembibitan karet, pemeliharaan kebun kelapa sawit dan pemeliharaan kebun induk karet. Pada sektor tanaman pangan, peternakan dan perikanan konsentrasi pada peningkatan produksi melalui program intensifikasi yang ditunjang dengan melengkapi sarana pertanian dan perikanan.

Disamping itu, untuk memperkuat dukungan di bidang ekonomi kerakyatan dari kebijakan-kebijakan tersebut, dijabarkan dalam berbagai program untuk memperlancar akses ekonomi masyarakat. Antara lain melalui perkuatan institusi pasar, secara bertahap melengkapi pemasangan jaringan listrik tegangan rendah untuk listrik pedesaan. Serta peningkatan dan pemeliharaan infrastruktur jalan kabupaten dan pedesaan dalam rangka memperlancar arus ekonomi antar wilayah dalam kabupaten.(berbagai sumber)

Warga Panik, Pabrik Karet Akan Gulung Tikar

laporan;hendrianto
Di tengah anjloknya harga karet yang menjadi sektor paling banyak digeluti masyarakat Kabupaten Kuansing. Membuat masyarakat yang berprofesi sebagai petani karet mulai resah. Pasalnya, satu pekan terakhir beredar kabar pabrik karet PT Andalas Agro Lestari yang selama ini menjadi tempat penampungan hasil karet masyarakat dikabarkan akan tutup alias gulung tikar.

Kabar angin ini, telah menjadi topic pembicaraan hangat di tengah kalangan petani karet. Karna, bila pabrik ini tutup, tentu warga Kuansing yang mengndalkan kehidupan dari hasil karet ini akan kesulitan menjual hasil karet mereka. Isu tersebut lebih meyakinkan lagi dengan telah tutupnya sebuah pabrik karet di Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu.

Kepala Dinas Perkebunan Kuansing, Hardi Yacub SP ketika di konfirmasi salah satu media terkemuka di Riau beberapa waktu yang lalu mengaku, belum mendapatkan kabar ini. Hardi malahan menanyakan sumber berita yang beredar tersebut.

Menurut Hardi Yacub, sangat ironis kalau pabrik karet ini disebut-sebut akan gulung tikar karena kurangnya pasokan karet ke pabrik. Sementara sekitar 65 persen masyarakat Kuansing bermata pencaharian dari sektor perkebunan karet.

‘’Kalau tutup karena kurang pasokan karet, ini ironis dan mustahil, dan saya belum mendengar kabar ini sama sekali,’’ ujarnya.

Hardi Yacub mengatakan, kalau pasokan karet ke pabrik PT Andalas Agro Lestari dari perbincangannya dengan Hasan Bahari salah satu Direktur yang mengolah pabrik ini, justru setiap bulan pasokan karet masyarakat yang diantar ke pabrik terus mengalami peningkatan.

Bisa saja, kabar ini ditiupkan oleh orang-orang tertentu yang punya kepentingan dan ingin mencari keuntungan sendiri. Bahkan, pada tahun 2009 ini, Pemkab Kuansing melalui Dinas Perkebunan akan melakukan kerja sama dengan PT Andalas Agro Lestari dalam pengelolaan karet rakyat. Saat ini kedua belah pihak tengah menyiapkan draf MoU (kesepakatan) yang akan ditanda tangani segera. Realisasi kerja sama ini akan berlangsung tahun ini.

Di antara item kerja sama yang akan segera disepakati itu, Hardi menyebutkan kerja sama dalam pembinaan kelompok petani karet untuk pemasaran. Bahkan pihak perusahaan berjanji akan memberikan harga lebih bagi petani dari harga yang ada di pasaran. Selain itu, kerja sama dalam penanganan setelah panen.

Tetapi ada beberapa spekulan yang memungkinkan pabrik karet ini tutup, karna hasil pembicaraan majalah ini dengan salah seorang warga desa Koto kombu melalui telpon beberapa waktu yang lalu, mengakui kalau harga karet secara keseluruhan di kabupaten kuansing, harga nya sangat murah sekali jika di bandingkan beberapa bulan yang lalu sebelum adanya krisis ekonomi global.
“khusus nya masyarakat kabupaten yang ada di kecamatan hulukuantan, lebih melirik mata pencaharian yang lain, seperti mendulang emas, atau pekerjaan lainnya, pasalnya harga karet tidak lagi bisa mencukupi kehidupan untuk satu keluarga , coba bayangkan saja, beberapa bulan yang lalu sebelum krisis ekonomi global, persatu Kilogram karet masih laku di jual hingga mencapai harga 12.000 Rupiah, tapi akhir akhir ini satu kilo karet hanya bisa di jual 2000 rupiah, jadi warga lebih cendrung memilih pekerjaan lain dari pada memotong karet” ujar Ridwan Ali.

Mungkin akibat anjloknya harga karet ini, tidak menutup kemungkinan berkurangnya pasokan ke pabrik karet tersebut sehingga salah satu pabrik karet di Rengat tersebut gulung Tikar (berbagai sumber).

Senin, 09 Februari 2009

Beban pers menghadapi pemilu 2009


Oleh “Hendrianto
peringatan hari pers pada tahun ini yang jatuh pada tanggal 9 februari penulis ingin mengajak saudara semua menyimak kembali isi pidato presiden SBY yang mengatakan dengan tegas komitmen pada demokrasi dan kebebasan pers.Selain menjamin tidak akan ada lagi pembredelan terhadap pers,Presiden SBY juga berjanji membuat pers terus berkembang dan mendapatkan peran dalam kebebasannya.

Sebagai wujud realisasi terhadap komitmen tersebut, dalam pidato pada Hari Pers Nasional Tahun 2008 yang lalu, Presiden SBY menyampaikan seandainya diminta memilih untuk memberikan kebebasan kepada pers atau mengatur pers, dengan tegas Presiden menyatakan akan memilih yang pertama yaitu memberikan kebebasan kepada pers.

Pada tanggal 30 April 2008 lalu, pemerintah telah mengesahkan Undang- Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kehadiran undang-undang ini akan dapat lebih memberikan jaminan atas keterbukaan informasi sekaligus merupakan penguat kemerdekaan pers sebagaimana amanat Undang- Undang No 40/1999 tentang Pers.

Mekarnya kebebasan pers itu telah kita nikmati.Tak berlebihan apabila kemudianalmarhum Prof AffanGaffar dari UGM dalam pertemuan editor se- Asia Tenggara di Jakarta menyatakan bahwa Indonesia memiliki pers yang paling bebas di Asia Tenggara.

Namun, apakah kebebasan itu ada kemungkinan direnggut kembali? Tentunya kekhawatiran itu tidak perlu ada karena banyak lembaga yang mengawal kemerdekaan pers. Bahkan ada Mahkamah Konstitusi yang menjadi garda pengawal apabila sebuah undang-undang bertentangan dengan amanat UUD 1945 atau mencederai hak konstitusi warga negara. Jadi mengapa kita masih harus curiga?

Akan lebih arif apabila kita memaknai kemerdekaan pers saat ini dengan kemerdekaan pers itu untuk siapa? Tentu jawabannya akan terpulang pada tema Hari Pers Nasional tahun ini yang tengah diusung teman teman media: "kemerdekaan pers dari dan untuk rakyat"

Media elektronik dan cetak begitu banyak. Apalagi saat menjelang perhelatan akbar bangsa Pemilihan Umum (Pemilu), media massa cetak banyak bermunculan meski dengan berbagai motivasi. Regulasi yang membebaskan pertumbuhan tersebut, menjadikan informasi semakin banyak yang menerpa masyarakat.

Di tengah persaingan bisnis media yang seru itulah muncul sejumlah pertanyaan, apakah kemajuan diikuti kualitas isi? Apakah dengan latar belakang bisnis, politik atau memang idealisme murni? Adakah ada penyajian diikuti kualitas isi, fakta, informasi, atau gagasan pengetahuan yang bisa mencerdaskan publik? Pertanyaan ini penting karena sejarah Pers tak lepas dari perjuangan rakyat. Kalau lebih spesifik lagi adalah, sejauh mana peranan Pers dalam mendorong proses demokratisasi, mampukah mengubah perilaku masyarakat guna mendorong, mejadikan bangsa yang beretika dalam penegakan supremasi hukum? Inilah pertanyaan yang pas untuk dijawab,. Konteks pertanyaan tersebut, Pers memang bukan hanya sekadar lembaga ekonomi saja, tetapi menjadi sarana ruang untuk bertukar informasi dan gagasan secara demokratis. Bukankah ‘Berita bukan sekadar untuk dijual, melainkan untuk kepentingan umum

Pemilu legislatif dan DPR, DPRD dan DPD tinggal menghitung hari. Sebagai salah satu proses ‘maunya’ untuk kesejahteraan bangsa, layak kalau kekhawatiran muncul. Bukan hanya KPU yang harus kejar tayang karena banyak pekerjaan, tetapi berbagai survei menyebutkan bahwa banyak masyarakat yang belum tahu soal Pemilu. Itulah sebabnya, Pers kemudian menjadi salah satu tumpuan untuk membantu proses Pemilu yang berkualitas.

Berkualitas dalam proses dan hasilnya. Banyaknya Parpol dan Calon legislatif, sistem yang masih belum final, menjadikan program pencerahan bagi publik juga menjadi salah satu pekerjaan Pers yang harus dilakukan. Meski terjadi tabrakan antara UU Pemilu dan UU mengenai Pers, sehingga masih terjadi proses judicial review di antaranya terhadap pasal sanksi Pers dan kewajiban, yang hingga sekarang belum selesai.

Tetapi proses perjalanan menuju Pemilu terus berjalan. Pemilu kali ini memang berbeda dengan sebelumnya. Bukan hanya jumlah partai politik yang banyak, sehingga banyak yang belum paham mengenai kontestan Pemilu. Belum lagi ditambah keputusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan bahwa suara terbanyak yang bakal dipilih. Padahal jumlah Calon legislatif ribuan belum lagi Dewan Perwakilan Daerah. Jadi wajar kalau rakyat masih gagap ketika masuk bilik pemungutan suara. Jangankan kenal, tahunya pun mungkin hanya dari spanduk, Pers tentu menjadi harapan. Rayuan para Caleg, bisa membuat Pers tergelincir pada sikap tidak lagi independen.

Munculnya media massa yang sengaja memanfaatkan untuk bisnis atau memang sengaja diterbitkan oleh kontestan Pemilu, memang menjadikan masyarakat harus lebih waspada membaca informasi. media, musti menjadi perhatian serius. Dalam situasi semacam itu, tidak mudah media massa melakukan peliputan yang adil dan jujur dari kepentingan politik, karena Pers tidak lepas dari dasar manusia yang subjektif.

Namun demikian di kalangan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) misalnya sudah mencanangkan Pers harus profesional. Menyuguhkan informasi yang terbaik dan seobjektif mungkin. Apapun alasannya, Pers secara universal harus memberikan kaidah dan standar norma dalam pelaksanaan tugasnya. Pers secara normatif dalam Pemilu mendatang harus tetap independen, bukan sekadar netral saja. Dalam sikap independen terdapat makna tanggung jawab yang bersifat bebas, pro aktif, dinamis dan berpihak pada kepentingan publik sesuai habitatnya. Sementara netral, sering diartikan sebagai abstain, tak berpihak dan pasif. Semua kontestan harus pada parameter yang sama. Artinya, pers bukan menjadi corong kontestan.

Makna dalam sikap independensi inilah terkandung rasa tanggung jawab untuk kepentingan publik pemilih. Dalam UU No 40 tahun 1999 ditegaskan, Pers punya kewajiban menyiarkan semua peristiwa dengan menghormati norma hukum, rasa kesusilaan masyarakat dan azas praduga tak bersalah. Penjabarannya akan sangat signifikan ketika diterapkan dalam peliputan Pemilu mendatang agar tak terjebak pada provokasi pihak tertentu. Media massa harus selalu menaungi kesadaran umum. Bahwa hakikat ketidakberpihakan Pers yang terbaik adalah pengabdian pada publik, adalah dengan mewujudkan sikap independensi. Cara ini yang sebenarnya menjadi jalan terluas bagi media untuk tetap hidup, dipercaya publik dan dihormati sebagai lembaga yang bermartabat. Artinya, semangat itu harus ditopang dengan idealisme dan profesionalisme.

Minggu, 08 Februari 2009

Menciptakan Demokrasi Tanpa Tumbal


oleh:Hendrianto
Terkadang kita merasa Bosan daan jengkel setiap menyaksikan berita di media cetak dan elektronik yang mengabarkan kericuhan dan perusakan fasilitas umum, berita seperti ini hampir setiap hari terjadi dan di tayangkan, kita merasa prihatin setiap kali menyaksikan tindak kekerasan (anarkisme) yang terjadi di antara saudara-saudara kita sebangsa dan senegara. Kekerasan yang seringkali muncul akhir-akhir ini terkait dengan pemilihan kepala daerah (pilkada), contohnya saja Pilkada Jatim baru baru ini, bahkan Pilkada Jatim ini merupakan Pilkada paling boros dan membingungkan serta menjadi catatan kritis atas pelaksanaan Pilkada di tanah air
Dimana keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) untuk membatalkan keputusan KPU No 30/2008 pada 11 November 2008 dengan mengulang pemungutan suara di dua daerah Bangkalan dan Sampang serta melakukan penghitungan ulang di kabupaten Pamekasan.
Meski ini baru keputusan pertama dalam sejarah MK, keputusan pengulangan pilkada menajdi terbosan hukum baru dalam pelaksanaan pilkada. Padahal, bila merujuk UU No 12/2008 tentang Pemda, pilkada ulang dapat dilakukan jika terjadi force major yang berupa bencana alam dan kerusuhan. Di pilkada Jatim, dua hal tersebut terjadi.
Mempertanyakan kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Panitia Pengawasan (Panwas) harus disematkan pada dua institusi resmi penyelenggara dan pengawas pilkada di Indonesia, tak terkecuali di wilayah Jawa Timur. Terbukti dalam pilkada Jatim, baik KPU Provinsi Jatim maupun Panwas tidak maksimal menjalankan tugas konstitusionalnya. Selain masalah Pilkada yang membuat ricuh.
Kita menyadari bahwa para hakim dan juga anggota KPU adalah manusia biasa. Mereka bisa salah dan bisa benar. Mereka memiliki kelebihan dan juga banyak kekurangan. Hanya karena posisi dan kedudukannya, mereka mempunyai ‘hak prerogatif’ yang tidak dimiliki orang lain. Hak prerogatif ini semakin penting dan juga sensitif karena menyangkut kepentingan orang lain, kepentingan orang banyak.
Kesalahan keputusan, baik sedikit dan apalagi banyak, akibatnya bisa sangat fatal. Kesalahan itu bisa disengaja dan bisa tidak disengaja. Disengaja apabila keputusan mereka membawa kepentingan diri sendiri dan kelompok. Sedangkan keputusan yang salah namun tak disengaja bisa karena salah menafsirkan hukum dan bukti-bukti yang menguatkannya.
Apa pun, ketetapan Anda sekalian para pengambil keputusan hakim, anggota KPU dan pejabat publik lainnya harus dipertanggungjawabkan. Anda bertanggungjawab kepada masyarakat dan Tuhan Sang Maha Pembalas lagi Maha Kuasa. Kesalahan Anda dalam memutuskan, apalagi yang disengaja, akan dituntut dunia akhirat. Jangan sampai keputusan Anda akan membawa penyesalan seumur hidup.
Di sisi lain, masyarakat juga tidak perlu berbuat anarkis manakala mendapatkan fakta yang tidak memihak kepada mereka. Fakta yang dianggap tidak adil dan merugikan kepentingan mereka. Bahwa keadilan dan kepentingan harus diusahakan dan diperjuangkan kita sangat sepakat dan bahkan mendukungnya. Namun, perjuangan itu tidak perlu dilakukan dengan kekerasan. Perjuangan harus dilakukan dengan cara-cara yang baik, apalagi untuk sebuah tujuan yang baik pula.
Kekerasan yang terjadi seringkali melibatkan sekelompok masyarakat melawan kelompok masyarakat lainnya. Atau sekelompok masyarakat melawan aparat keamanan. Boleh jadi anggota masyarakat atau aparat keamanan yang terlibat bentrok itu adalah tetangga kita. Boleh jadi mereka saudara dan teman-teman kita. Minimal mereka adalah saudara-saudara sebangsa dan setanah-air. Adakah kita rela menyakiti, apalagi menyebabkan kematian pada saudara-saudara kita sendiri?
Sebagai contoh sebuah demokrasi yang buruk terjadi baru baru ini terjadi di Medan dimana Ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut), Abdul Aziz Angkat tewas setelah dikeroyok demonstran. Peristiwa itu terjadi seusai Sidang Paripurna DPRD Sumut. Massa kecewa karena tuntutan agar pemekaran Provinsi Tapanuli diputuskan dalam sidang paripurna tidak ditanggapi pimpinan Dewan.
Melihat fenomena seperti ini marilah kita menelaah lebih jauh lagi kedepan, Apakah demontrasi ini harus di iringi dengan anrkis ? tentu tidak, karna perbuataan Anarkis ini sudah pasti akan menimbulkan korban baik harta benda maupun nyawa. Untuk itu, marilah kita hindari cara-cara kekerasan, demokrasi yang benar itu adalah tercapainya sebuah tujuan yang menguntungkan orang banyak tanpa ada tumbal. Masalah Demokrasi yang dilakukan dengan anarkisme di medan, bukan hanya Ketua DPRD Sumut saja yang jadi korban tetapi juga Kapolda Sumut dan Kapoltabes Medan harus melepaskan jabatan nya dan segera hengkang dari tanah asal Naga Bonar ini.
Satu hal lagi yang paling rentan menyulut emosi masyarakat Indonesia, yaitu menyangkut masalah agama, sering kita lihat di layar televise di beberapa daerah terjadi ricuh hanya menyangkut perbedaan kepercayaan, termasuk kepada kelompok masyarakat yang kita anggap melakukan ajaran sesat atau tidak mengikuti ajaran suatu agama yang benar. Contoh nya tindak anarkisme yang terjadi pada jamaah Ahmadiyah dan aliran sesat lainnya akhir-akhir ini sangat memprihatinkan.
Bahwa aliran sesat dan ajaran yang tidak sesuai dengan Islam yang benar harus dilarang tentu sudah tegas aturannya, termasuk fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kita juga sepakat bahwa aliran sesat dan kelompok menyimpang itu harus diluruskan. Namun, cara meluruskannya tidak boleh dengan anarkisme.
Bukankah setiap umat beragama, terutama umat Islam diajarkan untuk menyebarkan kedamaian? Bukankah setiap kali shalat kita mengakhirinya dengan doa dan meminta kedamaian.? Justru itu poenulis mengajak saudara saudara sebangsa dan setanah air untuk menciptakan Demokrasi tanpa harus mengorbankan nyawa orang lain atau disebut juga dengan “Demokrasi Tanpa Tumbal”
Justru itu mari kita belajar dari pelaksanaan demokrasi di amerika, maka menghadapi tahun politik 2009 yang sudah didepan mata , dimana bangsa Indonesia akan diperhadapkan pada dua agenda Politik Nasional, yaitu Pemilihan Umum untuk memilih Wakil-wakil Rakyat yang akan duduk dalam lembaga-lembaga perwakilan baik DPR, DPD, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/ Kota serta pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, maka sudah selayaknya kita menunjukkan peningkatan kualitas dalam berdemokrasi. Bangsa ini harus keluar dari culture politik yang tidak kondusif dalam membangun kehidupan demokrasi.
Perilaku-perilaku menyimpang dalam berdemokrasi, seperti saling hujat, perilaku anarki, bentrokan fisik antar pendukung pasangan calon ataupun partai politik, ketidaksiapan dalam menerima hasil proses demokrasi, serta perilaku elit politik yang masih mengedepankan kekuasaan dari pada kepentingan dan harapan masyarakat sebagaimana yang nampak dalam beberapa kasus yang mengemuka pada pelaksanaan Pilkada di beberapa daerah di Indonesia harus dapat dibawa dalam suasana politik yang lebih elegan dan beradab. Kita harus memahami bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang given, tetapi merupakan hasil dari suatu usaha bersama dari semua komponen masyarakat. Karena itu, demokrasi harus senantiasa diupayakan dan diusahakan dengan senantiasa mengembangkan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan politik bangsa.
Dalam konteks inilah, maka pelaksanaan Pemilu tahun 2009 bagi rakyat Indonesia akan menjadi ujian bagi kualitas demokrasi di Negara ini. Karena itu, menjadi kewajiban dari semua elemen bangsa untuk sama-sama memaknai proses demokrasi pada pemilu mendatang dengan perilaku politik yang dewasa dan beradab, baik elit politik, pelaku politik, pelaksana pemilu maupun rakyat pemilih. Seluruh rakyat Indonesia memiliki harapan yang sama bahwa kita ingin proses demokrasi yang akan berlangsung di Negara ini dapat mempertontonkan eksistensi kita sebagai salah satu Negara Demokrasi terbesar di dunia. Amerika sudah memberikan pelajaran bermAkna bagi seluruh dunia tentang indahnya proses demokrasi itu, dan saatnya Indonesia juga membuktikan hal yang sama pada Pemilu 2009.

Sabtu, 24 Januari 2009

Keberadaan Melayu Square dan ocean corner menuai protes


*BOBI MARAH BESAR

Keberadaan Melayu Square sebagai pusat jajanan di Tanjungpinang menuai protes keras dari berbagai LSM.diantara nya LSM KAMI (Komite Amanat Masyarakat Independent) bahkan Direktur Eksekutip KAMI, La ode Kamarudin menilai keberadaan Melayu Square dan Ocean Corner sarat dengan KKN,

“kawasan Melayu square dan Ocean corner tersebut adalah, untuk pasilitas umum apalagi Melayu Square itu di peruntukan untuk jalur hijau yang sama sekali tidak boleh di alih pungsikan penggunaan nya, menurutnya kalau pun itu mau di alih pungsikan harus melalui persetujuan dewan, artinya pihak pemko mengirimkan surat permohonan kepada dewan legislatip untuk penggunaan pasilitas umum tersebut” tegas La ode.

“Sementara yang kita lihat sekarang ini, ada nya ikut campur pihak ketiga (investor swasta) dalam mengelola asset daerah ini, kalau yang sebenarnya hal ini tidak boleh terjadi, sebab yang mengelola asset daerah kan sudah ada perusda, nah sekarang kenapa kok bisa pihak ketiga mengelolanya tanpa persetujuan Dewan legislatip” ujarnya.

Reaksi keras juga di ucapkan ketua DPRD kota Tanjungpinang, Bobi Jayanto, melihat penomena ini, malahan Bobi kelihatan marah besar, karna selama ini Pemko tidak pernah sama sekali membicarakan atau persentasikan dengan pihak legislative mengenai pemamfaatan Fasilitas umum, aplagi di kontrakan kepada pihak ketiga” tegas bobi.

Selain itu kata Bobi, pemko tidak pernah melaporkan berapa besar sumbangan pihak pengelola termasuk Fsilitas Umum lainya yang ada di tanjungpinang, sementara itu kata ketua Dewan peraih Muri ini, ia menyesalkan tidak di perhatikan nya kebersihan lingkungan termasuk air bersih dan limbah sisa sisa makanan. Dalam hal ini Bobi menilai pihak pengelola hanya mengejar keuntungan saja dari pedagang kaki lima.

Sekali lagi Bobi menegaskan, kalau perlu untuk menunjang usaha pariwisata Pemko harus membangun dengan tatanan khas budaya melayu yang lebih professional, sehingga pendapatan asli daerah meningkat, tutur Bobi.

Pengamatan Koran ini, Melayu square memang telah menjadi sebuah titik keramaian di Tanjungpinang meskipun bentuknya semakin hari semakin tak terurus. Apalagi beberapa tempat berjualan itu yang tadinya merupakan bangunan kayu sekarang sudah berubah menjadi semi permanen.

Sementara itu, direktur eksekutiv KAMI La Ode Kamarudin menilai, penyidik selama ini hanya melihat keberadaan melayu square sebatas pelanggaran perda saja tetapi kalau penyidik betul btul jeli melihat lebih dalam lagi bukan tidak mungkin akan bermuara kepada unsure KKN melihat dari pada prosedur yang dilakukan oleh pihak pemko tidak wajar(hendrianto)

Mahalnya Kursi Legislatif


Oleh: Hendrianto
Hanya tinggal menghitung Hari, pesta demokrasi lima tahunan akan tiba. Sebuah pertarungan besar yang dinanti-nantikan oleh para pendulang simpati rakyat yang ingin disapa sebagai “wakil rakyat” akan tiba dalam hitungan hari. Tidak hanya di pusat, melainkan juga di tingkat propinsi, kabupaten dan kota se-Indonesia, kegitan sejenis bernama Pemilihan Umum atau lebih akrab disebut PEMILU.
Partai politik sebagai satu-satunya perahu yang akan menghantarkan para Caleg menuju singgasana impian nya. Inilah saatnya mereka habis-habisan menabur pesona atau bisa saja di singkat "PURBA"(pura pura baik) di tengah masyarakat khususnya di daerah pemilihan masing-masing. Tak pelak lagi,di setiap jalan di pelosok kota dan di desa, para Caleg pun berlomba-lomba memajang foto diri masing-masing lengkap dengan identitas partai politik dan nomor urut masing-masing.
Banyak yang berubah dalam hal kampanye menjelang Pemilu setelah memasuki era reformasi. Pada dasarnya, kampanye politik adalah sama, yakni berlomba memperebutkan hati rakyat agar mau mendukung dan memilih partai politik yang sedang digunakanya sebagai jembatan menuju gedung dewan yang terhormat itu.
Semenjak berubahnya sistem dari tiga partai menjadi multi partai serta semakin transparannya nama-nama para Caleg membuat metode kampanye semakin berwarna. Pada masa orde baru dengan notabene hanya ada tiga partai sebagai hasil fuse multi partai pada masa orde lama sangat sederhana, di mana partai hanya memajang nama partai dengan nomor urut saja tanpa disebutkan nama Caleg yang akan menggunakan partai yang bersangkutan, baik melalui baliho, atau spanduk.
Tetapi sekarang telah berubah, di mana para Caleg masing-masing melakukan terobosan sendiri dengan cara mencetak foto pribadi disertai nama partai dan nomor urutnya dengan berbagai ukuran, mulai dari ukuran baliho sampai ukuran kartu nama biasa.
Dampak yang timbul dari perubahan sistem sebagaimana dikemukakan di atas adalah di sepanjang jalan jalan utama di kota kota semakin semak dan semerawut dengan berbagai gambar dan foto-foto para Caleg yang berlomba-lomba menjual senyum kepada semua lapisan masyarakat. Sangat sulit mencari pepohonan dan tiang-tiang listrik, telepon, serta tembok yang tidak dijadikan sebagai tempat untuk menempel dan memajang foto dan tanda gambar Pemilu. Bahkan pintu pintu rumah pendudukpun jadi sasaran untuk pemasangan stiker para caleg tersebut.
Kadang kadng kita merasa geli melihat keadaan saat ini. Banyak wajah yang selama ini tidak pernah dikenal bermunculan, jual tampang untuk mensosialisasikan nama mereka kepada publik. Bukan itu saja, berbagai cara pun ditempuh. Salah satu yang paling sering digunakan adalah pemanfaatan simbol-simbol agama yang disertakan pada media yang digunakan oleh para Caleg, Ada juga yang membubuhkan dalil-dalil agama yang dikutip dari kitab suci sebuah agama.
Para Caleg yang muncul di depan publik ini pun tak kalah cerdas dalam memanfaatkan situasi dalam upaya menebar pesona. Mereka menggunakan momen-momen tertentu seperti perayaan natalan dan tahun baru, hari raya idul fitri, gong xi fa cai, bahkan situasi perang pun juga jadi sasran kampanye.
Momen-momen seperti ini untuk menyampaikan ucapan selamat hari raya kepada umat beragama yang bersangkutan agar terkesan bahwa si Caleg sangat simpatik terhadap orang lain yang berbeda kepercayaan. Sesungguhnya semua itu adalah fair dan baik bila seseorang perduli dengan keberadaan orang lain dalam suka maupun duka. Namun yang menjadi pertanyaan sebenarnya adalah mengapa pada saat menjelang Pemilu baru sosok-sosok yang penuh peduli itu tampil sebagai pribadi-pribadi yang luar biasa dalam hal kesosialan, nasionalisme dan patriotismenya.
Tidaklah mengherankan bila menjelang Pemilu bermunculan dermawan-dermawan dan relawan-relawan dadakan yang tiba-tiba menawarkan budi baik dan perhatian yang sangat besar kepada sekelompok warga masyarakat untuk mengharapkan dukungan politik. Sebenarnya kehadiran para dermawan dadakan ini bisa jadi menguntungkan masyarakat setempat. Pragmatisme para Caleg yang selalu berbuat baik kepada calon masyarakat mereka sesungguhnya adalah menguntungkan masyarakat itu sendiri.
Lihat saja pada bulan rhamadhan yang lalu orang partai politik berlomba-lomba memberikan bungkusan sembako, tentu tak luput juga menyisipi kartu namanya para caleg dalam bungkusan itu. Ini adalah salah satu yang sangat positif bagi masyarakat. Mengenai apakah partai atau Caleg yang bersangkutan akan dipilih oleh masyarakat yang dibantu tersebut, tergantung pada keputusan si pemilih di bilik suara pada Pemilu mendatang.
Namun yang paling ironis dan sangat disesalkan adalah sebagian dari Caleg berperang dengan menampilkan ayat-ayat dari kitab suci dan mengatasnamakan agama hanya untuk maksud agar terpilih pada Pemilu mendatang. Tidak ada salahnya menyampaikan kebenaran isi kitab suci kepada umat beragama, tapi perlu diingat agar tidak usah memperalat agama sebagai jembatan menuju gedung dewan alias kekuasaan.
Sudah banyak terbukti anggota dewan yang pernah berkampanye dengan ayat-ayat suci ternyata mengingkari apa yang disampaikannya di depan konstituennya setelah duduk di kursi empuknya. Teori sering kali berseberangan dengan praktek politik. Itulah apa yang disebut politik, yakni perebutan kekuasaan untuk menjadi salah seorang dari pengambil kebijakan dalam berbangsa dan bernegara.
Seseorang yang memiliki niat ikhlas sebelum duduk dalam suatu jabatan pun sering menodai niat sucinya manakala dia telah memangku jabatan, apalagi seseorang yang memang telah menyembunyikan niat buruk di balik sebuah rencana perebutan kekuasaan, tentu lebih buruk dari orang yang pada mulanya berniat lurus
Persaingan berebut jabatan dengan ongkos uang dan moral yang teramat mahal. Awalnya kita sulit percaya bahwa untuk menjadi anggota legislative mesti mengeluarkan uang hingga ratusan juta rupiah bahkan mencapai milyaran rupiah untuk menuju kekursi paling mahal di dunia tersebut
Meski kita tak percaya, lama-lama pendirian itu goyah juga setelah mendengar informasi dari sekian banyak sumber bahwa untuk memperoleh tiket dari partai politik (parpol) pendukung serta membujuk calon pemilih memang harus mengeluarkan dana berjumlah sangat fantastis.
Kalau pemasukan bersih dari gaji DPRD sekitar 20 juta per bulan dan seseorang menjabat hanya lima tahun, berarti pemasukan resmi selama menjabat hanya sebesar Rp1,2 milyar. Jadi, pertanyaan awam yang muncul, sepantas nya mereka mau mengeluarkan uang sebanyak itu selama kampanye? dan bagaimana cara pengembalian dana yang telah dikeluarkan itu? Atau, adakah mereka itu memang pejuang sekaligus dermawan yang menginginkan jabatan untuk memajukan rakyat?
Tetapi yang jelas para pemburu kekuasaan itu mau tak mau harus bersiap dengan kantong tebal, kalau dirinya tidak mau berjuang hanya untuk kalah. Itu hanya dalam konteks demokrasi yang salah
Kalau saja prinsip-prinsip demokrasi dilaksanakan konsekuen, dengan mengindahkan moralitas dan gagasan cerdas yang ditawarkan pada rakyat sebagaimana Barack Obama, pemilihan kepala daerah sebagai salah satu perwujudan demokrasi akan memberi harapan perbaikan bagi masa depan bangsa.
Lewat proses demokrasi akan terjadi seleksi putra-putri bangsa terbaik untuk membangun bangsa ini. Pada kenyataannya yang menang bukan moralitas dan gagasan serta program yang jelas dan cerdas,melainkan siapa yang punya sumber dana besar yang akan menang. Pemilihan kepala daerah berubah seperti pasar, seseorang dihargai karena duitnya. Dengan uang itu tim sukses bergerilya dan kasak-kusuk membeli dan membagi uang untuk mendapatkan dukungan.
Kejadian ini sungguh menyedihkan, semakin memperparah praktik korupsi dan kolusi yang hendak diberantas oleh cita-cita reformasi.Terlebih ketika virus uang untuk membeli dukungan ini telah masuk ke wilayah dunia pesantren dan pendidikan. Karena kiai dan tokoh agama memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat, maka bujukan dan rayuan disertai sejumlah uang dan kendaraan mengkilat dialamatkan pada mereka ini.
Maka, tidak mengherankan banyak mantan gubernur, bupati atau wali kota, serta DPR yang terjaring KPK lalu masuk tahanan karena terbukti korupsi. Mereka mesti membayar semua modal yang telah dikeluarkan, yang jumlahnya jauh melebihi penghasilan resminya dengan jalan korupsi.
Baru saja kita dengar melalui media cetak dan elektronik beberapa hari yang lalu pengadilan negri tanjungpinang, mengadili tersangka bendahara DPRD kota tanjungpinang, Adi Purwanto karna menyangkut kasus pinjaman 24 orang anggota legislatif yang di ambil dari khas daerah pada tahun 2006 yang lalu tujuh ratus juta lebih.
Dari cuplikan kasus diatas dapat diambil sebuah kesimpulan betapa giatnya para anggota legislatif ini meburu pulus, walaupun itu byukan hak nya, tetapi yang terpints di benak mereka adalah bagaimana menyiasati pemilu yang akan datang supaya bisa mendulang sura yang sebanyak banyak berkat politik uang tersebut.
Bahwa kampanye memerlukan dana itu sudah pasti. Terutama untuk biaya perjalanan, pasang iklan, cetak brosur, sablon kaos, ongkos penyelenggaraan forum forum pertemuan dan sejenisnya. Tetapi ketika uang dibelanjakan untuk dibagi bagi semata demi membeli suara, maka yang akan menjadi pemenang bukannya gagasan dan integritas, melainkan uang.
Di sini hukum pasar berlaku, siapa berduit banyak, dia yang memiliki daya tawar tinggi.Rakyat bukannya memilih pemimpin, tetapi menggadaikan nalar sehatnya ditukar dengan uang. Belum lagi ekses konflik dan perseteruan antarpara pendukung para calon. Kalau kondisi ini berjalan terus,maka semakin sempurnalah kehancuran bangsa ini, baik oleh tangan luar maupun oleh putra-putra bangsa sendiri.
Begitu mahalnya sebuah jabatan,namun juga betapa busuk baunya.Orang mendaki jabatan yang begitu tinggi dan terjal hanya untuk mencari tempat jatuh yang juga tinggi dan amat menyakitkan.

Jumat, 23 Januari 2009

aSAL MUAASAL NAMA INDONESIA


oleh:Hendrianto

PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air kita memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch- Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung, Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: ... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch- Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Makna Politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch- Indie". Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.

Sabtu, 10 Januari 2009

Batangkoban hulukuantan


“Air Terjun Tujuh Tingkat Batang Koban” Lubuk Ambacang terletak di Kecamatan Hulu Kuantan 37 Km dari Teluk Kuantan. Ketika berada di Lubuk Jambi ibukota Kecamatan Kuantan Mudik (22 Km dari Teluk Kuantan) bus anda akan bergerak menuju arah Kiliran Jao dan selepas Kota Lubuk Jambi bertemu dengan persimpangan satu simpang ke kiri arah Kiliran Jao, disitulah tadi letaknya Terjun Guruh. Jika dari simpang selepas Lubuk Jambi, bus kita akan bergerak ke kanan terus sampai sejauh 11 Km akan sampai ke Kota Lubuk Ambacang Ibukota Kecamatan Hulu Kuantan. Dengan menaiki sampan bermesin (pompong) sejauh 4 Km anda akan melaluinya dengan kenyamanan arus sungai kadangkala tenang dan sunyi kadangkala ribut dengan gelombang arung jeramnya dilengkapi dengan pemandangan alam dan bukit-bukit yang terjal dengan hutan lindungnya yang masih asli. Dalam perjalanan kita dapat menyaksikan binatang kera, berbagai jenis burung dan binatang lainnya seakan menyapa bagi pengunjungnya. Akhirnya sampailah ke lokasi Air Terjun “Tujuh Tingkat Batang koban”. Tujuh Tingkat maksudnya terdapat tujuh buah air terjun yang bertingkat, akhirnya sampai ke dasar sungai dan terus mengalir ke Sungai Kuantan yang mengairi sebagian besar daerah Kuantan Singingi.(hendrianto)

Minggu, 04 Januari 2009

ROKOK SANGAT BERBAHAYA BAGI GUSI

SIAPA pun yang membeli satu bungkus rokok, pasti akan mengetahui kalau pada bungkusan rokok tersebut terdapat peringatan tentang bahaya merokok.

Walau bagaimanapun, peringatan itu cenderung diabaikan oleh perokok berat. Mereka masih saja mengisap nikotin itu dengan nikmatnya. Padahal, bagaimanapun merokok bisa menyebabkan kanker paru, kanker ginjal, hingga serangan jantung.

Selain penyakit-penyakit seperti kanker paru dan kanker ginjal, rokok yang diisap ternyata juga sangat berpotensi merusak gusi yang sehat. Bahkan peluang mendapatkan penyakit periodontal (gusi) pada orang perokok berat disebabkan oleh merokok. Kehilangan gigi juga dapat diawali karena adanya penyakit gusi yang kronik atau dalam jangka waktu yang lama.

"Penelitian telah menemukan bahwa penggunaan tembakau bisa menjadi salah satu faktor risiko terbesar dalam pertumbuhan penyakit periodontal," kata guru besar di Universitas Pengobatan Kedokteran Gigi Columbia, David A Albert DDS MPH Dr Albert.

Penyakit periodontal (gusi) merupakan penyakit yang disebabkan adanya infeksi dari bakteri. Bakteri ini merusak jaringan yang lembut dan keras yaitu dari pulpa gigi sampai ke tulang rahang. Bakteri awalnya tumbuh pada plak gigi yang tumbuh di sekeliling gusi atau dikenal dengan poket gusi sekitar gigi. Pada tahap awal dari penyakit ini, banyak orang mungkin sadar bahwa gusi berdarah ketika menyikat gigi dan pemakaian dental floss.

Sebagai gangguan dari infeksi, gusi mulai bertambah buruk. Bakteri ini bergerak dari gigi membentuk poket. Kemudian poket yang berada di antara gigi dan gusi merusak bagian jaringan pendukung gigi. pada akhirnya, gigi Anda akan sakit atau bisa juga lepas.

Penelitian telah menunjukkan bahwa perokok mempunyai lebih banyak kalkulus (tartar) dibandingkan dengan orang yang bukan perokok. Ini mungkin hasil dari penurunan aliran saliva (air liur). Kalkulus adalah bentuk yang lebih keras dari plak. Produk rokok tembakau dapat menyebabkan penyakit periodontal menjadi buruk dengan cepat.

Perokok lebih banyak mengalami kerusakan tulang yang besar dan poket lebih dalam di antara gigi dan gusi dibandingkan bukan perokok. Dalam penelitian, perokok mempunyai 3¢€"5 kali lebih besar kesempatan mempunyai kerusakan pada gusi dibandingkan yang bukan perokok.

Dan kehilangan banyak tulang 5 kali lebih besar antara perokok berat yang aktif dan yang sudah pasif (dahulu) dibandingkan yang tidak pernah sama sekali. "Banyak hal bisa dilakukan untuk menjaga mulut, misalnya dengan mengonsumsi buah, rajin menggosok gigi dan tentu saja dengan hidup tanpa nikotin," terang Albert.